Potensi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
Bentuk lain kredit mikro yang diakui keberhasilannya
oleh dunia adalah pola Grameen Bank yang dirancang untuk memecahkan Perkreditan
bagi keluarga miskin. Modal ini terbukti telah berhasil membangkitkan kegiatan
ekonomi bagi kelompok penduduk miskin di Bangladesh, sehingga dianggap sangat
sesuai untuk memecahkan penyediaan modal bagi penciptaan kegiatan produktif
untuk penduduk miskin. Mat Syukur (2001) dalam hasil studinya mengemukakan
bahwa Karya Usaha Mandiri (KUM) yang merupakan reflikasi gremeen bank sangat
efektif sebagai instrumen delivery untuk kelompok sasaran, namun sustainability
dari program ini tanpa dukungan dari luar yang terus menerus masih
dipertanyakan, demikian juga daya saing terhadap produk kredit mikro lain belum
secara nyata menunjukan keunggulannya. Di dunia memang diakui bahwa Grameen
Bank adalah sistem perbankan sosial yang terbaik dan paling berhasil, sehingga menjadi
model yang tepat sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi kelompok penduduk
miskin.
Jika BRI unit telah diakui sebagai The Biggest and The
Best Micro Banking System in the world, maka Grameen Bank adalah The Best
Social Banking System, perbedaannya terletak pada kemampuan untuk memobilisasi
dana masyarakat dan kegiatan usaha secara komersial yang sehat tanpa subsidi
untuk perbankan mikro seperti yang telah ditunjukkan BRI-Unit. Sementara
Grameen Bank terletak pada kemampuannya untuk menjangkau masyarakat miskin
menjadi produktif dan siap masuk dalam arus kegiatan ekonomi biasa serta
memanfaatkan mekanisme perbankan yang biasa, meskipun akhirnya juga dikerjakan
oleh Grameen Bank sendiri tapi tidak tertutup untuk menjadi nasabah bank lain.
Di Indonesia yang memiliki kekuatan koperasi sebagai sumber pembiayaan mikro
terbesar kedua setelah BRI-Unit, struktur kelembagaannya masih sangat
terfragmentasi dan belum bergerak sebagai sistem kembaga keuangan yang efisien,
oleh karena daya dobraknya tidak dapat kelihatan meluas dan terkesan kurang
produktif. Di negara seperti Kanada, India, Korea, dan lain-lain lembaga
keuangan mikro yang diselenggarakan koperasi menjadi kekuatan efektif untuk
pembiayaan anggota koperasi baik para petani, peternak, produsen, maupun
konsumen.
Pada dasarnya potensi pengembangan LKM masih cukup
luas karena :
1. Usaha mikro
dan kecil belum seluruhnya dapat dilayani atau dijangkau oleh LKM yang ada
2. LKM berada
di tengah masyarakat
3. Ada potensi
menabung oleh masyarakat karena rendahnya penyerapan investasi didaerah,
terutama di pedesaan
4. Dukungan
dari lembaga dalam negeri dan internasional cukup kuat
Segmentasi pasar lembaga keuangan mikro pada umumnya
adalah kelompok usaha mikro yang dianggap oleh bank :
1. Tidak
memiliki persyaratan yang memadai
2. Tidak
memiliki agunan yang cukup
3. Biaya
transaksinya mahal / tinggi
4. Lokasi
kelompok miskin tidak berada dalam jangkauan kantor cabangnya
Permintaan kredit bagi Lembaga Keuangan Mikro dapat
diperhitungkan masih sangat luas dan segmennya bermacam-macam. Hal ini
mengingat sebagian besar kelompok usaha mikro belum dapat dilayani oleh bank.
Kelompok peminjam tersebut meliputi usaha produktif masyarakat yang memiliki
perputaran usaha tinggi dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja.
Tabel 1
Peta Lembaga Keuangan Mikro
Jenis LKM
|
Total
|
Peminjam
(Ribu orang)
|
Peminjaman
(Juta rupiah)
|
Rata-rata
Pinjaman
(Rp. Ribu)
|
Jumlah
Deposit
(Rp. Juta)
|
LDR
|
BRI Unit
|
3.694
|
2.518
|
6.141.400
|
2.439
|
17.477.868
|
0,36
|
BPR Non
BKD
|
2.427
|
1.889
|
3.066.078
|
1.623
|
2.621.709
|
1,89
|
Badan Kredit Desa
|
5.345
|
726
|
147.648
|
203
|
24.003
|
6,15
|
KSP
|
1.097
|
655
|
530.814
|
810
|
166.625
|
3,19
|
USP
|
35.218
|
10.141
|
3.629.053
|
359
|
1.156.804
|
3,14
|
Lembaga Dana
Kredit Pedesaan
|
2.272
|
1.326
|
358.000
|
270
|
334.000
|
1,07
|
Lembaga
Pengadaian
|
685
|
10.000
|
793.000
|
793
|
---
|
---
|
Sumber:
Bank Indonesia 2001
Dilihat dari besarnya kredit yang disalurkan maka dua
kekuatan besar penyelenggara kredit mikro adalah BRI-unit dan koperasi (KSP dan
USP) yang masing-masing menyumbang sebesar 46 % dan 31 % terhadap total kredit
mikro. Ditinjau dari jangkauan pelayanan memang koperasi yang paling doniman
baik dari segi titik pelayanan (unit lembaga) maupun nasabah (peminjam),
kemudian BRI menempati urutan kedua dalam jumlah nasabah dan BKD dalam titik
pelayanan. Jika diamati lebih lanjut segmen kredit mikro papan atas memang
sebagian terbesar ditangani BRI meskipun rata-rata peminjamnya hanya Rp.
2.439.000 jauh dibawah batas maksimum Rp. 50 Juta. Sementara BPR masih
merupakan lembaga yang meminjamkan dananya dibawah BRI. Koperasi dan
perkreditan lain nampaknya benar-benar melayani lapisan paling bawah dari
pelaku kegiatan produktif karena secara rata-rata menangani peminjam dibawah
Rp. 1 Juta.
Ditinjau dari kemampuan memobilisasi dana masyarakat
hampir semua LKM, kecuali BRI unit sangat lemah sebagaimana ditunjukkan oleh
angka LDR diatas 1. BRI unit yang berhasil memobilisasi tabungan mencapai Rp.
17 triliun lebih hanya meminjamkan sekitar Rp. 6,1 triliun, LDKP meskipun kecil
sangat lokal dan terbatas mempunyai kemampuan mobilisasi tabungan masyarakat
yang cukup bagus. Dalam kaitan dengan koperasi ketidak mampuan mobilisasi
tabungan ini bersumber dari dua hal :
1. Koperasi memungkinkan
menggunakan “modal penyertaan” sesuai ketentuan UU 25/1992 yang dapat
memberikan konsesi pada keikutsertaan pengelolaan sebagai pengganti jaminan
bagi deposito yang tidak dimiliki oleh koperasi, tapi hanya ada pada
bank.
2. Istilah
deposito tidak dikenal dalam koperasi yang ada adalah tabungan dan biasanya
tabungan sering diperlakukan sebagai modal luar saja. Hal ini menyebabkan data
deposito menjadi “under recorded” atau tidak tercatat pada posnya. Jika modal
penyertaan dan tabungan lain dicatat sebagai deposit pasti angka LDR
setidak-tidaknya mendekati LKDP, karena sifat koperasi yang selalu mengutamakan
prinsip pelayanan dari, oleh dan untuk anggota.
No comments:
Post a Comment