Saturday, 28 March 2015

Potensi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro



Potensi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro

Hasil gambar untuk Kredit Mikro

Bentuk lain kredit mikro yang diakui keberhasilannya oleh dunia adalah pola Grameen Bank yang dirancang untuk memecahkan Perkreditan bagi keluarga miskin. Modal ini terbukti telah berhasil membangkitkan kegiatan ekonomi bagi kelompok penduduk miskin di Bangladesh, sehingga dianggap sangat sesuai untuk memecahkan penyediaan modal bagi penciptaan kegiatan produktif untuk penduduk miskin. Mat Syukur (2001) dalam hasil studinya mengemukakan bahwa Karya Usaha Mandiri (KUM) yang merupakan reflikasi gremeen bank sangat efektif sebagai instrumen delivery untuk kelompok sasaran, namun sustainability dari program ini tanpa dukungan dari luar yang terus menerus masih dipertanyakan, demikian juga daya saing terhadap produk kredit mikro lain belum secara nyata menunjukan keunggulannya. Di dunia memang diakui bahwa Grameen Bank adalah sistem perbankan sosial yang terbaik dan paling berhasil, sehingga menjadi model yang tepat sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi kelompok penduduk miskin.  

 
Jika BRI unit telah diakui sebagai The Biggest and The Best Micro Banking System in the world, maka Grameen Bank adalah The Best Social Banking System, perbedaannya terletak pada kemampuan untuk memobilisasi dana masyarakat dan kegiatan usaha secara komersial yang sehat tanpa subsidi untuk perbankan mikro seperti yang telah ditunjukkan BRI-Unit. Sementara Grameen Bank terletak pada kemampuannya untuk menjangkau masyarakat miskin menjadi produktif dan siap masuk dalam arus kegiatan ekonomi biasa serta memanfaatkan mekanisme perbankan yang biasa, meskipun akhirnya juga dikerjakan oleh Grameen Bank sendiri tapi tidak tertutup untuk menjadi nasabah bank lain. Di Indonesia yang memiliki kekuatan koperasi sebagai sumber pembiayaan mikro terbesar kedua setelah BRI-Unit, struktur kelembagaannya masih sangat terfragmentasi dan belum bergerak sebagai sistem kembaga keuangan yang efisien, oleh karena daya dobraknya tidak dapat kelihatan meluas dan terkesan kurang produktif. Di negara seperti Kanada, India, Korea, dan lain-lain lembaga keuangan mikro yang diselenggarakan koperasi menjadi kekuatan efektif untuk pembiayaan anggota koperasi baik para petani, peternak, produsen, maupun konsumen.  
Pada dasarnya potensi pengembangan LKM masih cukup luas karena :
1.         Usaha mikro dan kecil belum seluruhnya dapat dilayani atau dijangkau oleh LKM yang ada
2.         LKM berada di tengah masyarakat
3.         Ada potensi menabung oleh masyarakat karena rendahnya penyerapan investasi didaerah, terutama di pedesaan
4.         Dukungan dari lembaga dalam negeri dan internasional cukup kuat

Segmentasi pasar lembaga keuangan mikro pada umumnya adalah kelompok usaha mikro yang dianggap oleh bank :
1.           Tidak memiliki persyaratan yang memadai
2.            Tidak memiliki agunan yang cukup
3.           Biaya transaksinya mahal / tinggi
4.          Lokasi kelompok miskin tidak berada dalam jangkauan kantor cabangnya

Permintaan kredit bagi Lembaga Keuangan Mikro dapat diperhitungkan masih sangat luas dan segmennya bermacam-macam. Hal ini mengingat sebagian besar kelompok usaha mikro belum dapat dilayani oleh bank. Kelompok peminjam tersebut meliputi usaha produktif masyarakat yang memiliki perputaran usaha tinggi dan dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja.

Tabel 1
Peta Lembaga Keuangan Mikro

Jenis LKM

Total
Peminjam
(Ribu orang)
Peminjaman
(Juta rupiah)
Rata-rata
Pinjaman
(Rp. Ribu)
Jumlah
Deposit
(Rp. Juta)

LDR
BRI Unit
3.694
2.518
6.141.400
2.439
17.477.868
0,36
BPR Non BKD
2.427
1.889
3.066.078
1.623
2.621.709
1,89
Badan Kredit Desa
5.345
726
147.648
203
24.003
6,15
KSP
1.097
655
530.814
810
166.625
3,19
USP
35.218
10.141
3.629.053
359
1.156.804
3,14
Lembaga Dana Kredit Pedesaan
2.272
1.326
358.000
270
334.000
1,07
Lembaga Pengadaian
685
10.000
793.000
793
---
---
Sumber: Bank Indonesia 2001

Hasil gambar untuk Kredit Mikro
Dilihat dari besarnya kredit yang disalurkan maka dua kekuatan besar penyelenggara kredit mikro adalah BRI-unit dan koperasi (KSP dan USP) yang masing-masing menyumbang sebesar 46 % dan 31 % terhadap total kredit mikro. Ditinjau dari jangkauan pelayanan memang koperasi yang paling doniman baik dari segi titik pelayanan (unit lembaga) maupun nasabah (peminjam), kemudian BRI menempati urutan kedua dalam jumlah nasabah dan BKD dalam titik pelayanan. Jika diamati lebih lanjut segmen kredit mikro papan atas memang sebagian terbesar ditangani BRI meskipun rata-rata peminjamnya hanya Rp. 2.439.000 jauh dibawah batas maksimum Rp. 50 Juta. Sementara BPR masih merupakan lembaga yang meminjamkan dananya dibawah BRI. Koperasi dan perkreditan lain nampaknya benar-benar melayani lapisan paling bawah dari pelaku kegiatan produktif karena secara rata-rata menangani peminjam dibawah Rp. 1 Juta. 
Ditinjau dari kemampuan memobilisasi dana masyarakat hampir semua LKM, kecuali BRI unit sangat lemah sebagaimana ditunjukkan oleh angka LDR diatas 1. BRI unit yang berhasil memobilisasi tabungan mencapai Rp. 17 triliun lebih hanya meminjamkan sekitar Rp. 6,1 triliun, LDKP meskipun kecil sangat lokal dan terbatas mempunyai kemampuan mobilisasi tabungan masyarakat yang cukup bagus. Dalam kaitan dengan koperasi ketidak mampuan mobilisasi tabungan ini bersumber dari dua hal :
1.       Koperasi memungkinkan menggunakan “modal penyertaan” sesuai ketentuan UU 25/1992 yang dapat memberikan konsesi pada keikutsertaan pengelolaan sebagai pengganti jaminan bagi deposito yang tidak dimiliki  oleh koperasi, tapi hanya ada pada bank.
2.      Istilah deposito tidak dikenal dalam koperasi yang ada adalah tabungan dan biasanya tabungan sering diperlakukan sebagai modal luar saja. Hal ini menyebabkan data deposito menjadi “under recorded” atau tidak tercatat pada posnya. Jika modal penyertaan dan tabungan lain dicatat sebagai deposit pasti angka LDR setidak-tidaknya mendekati LKDP, karena sifat koperasi yang selalu mengutamakan prinsip pelayanan dari, oleh dan untuk anggota.

No comments:

Post a Comment