Kredit Mikro
: Batasan dan Kelembagaan
Indonesia memiliki sejarah panjang dan kaya akan ragam
modal pembiayaan mikro. Pengalaman dan kekayaan ini meliputi jenis produk
pembiayaan mikro maupun lembaga pelaksananya, bahkan juga sejarah pengenalannya
kepada masyarakat. Oleh karena itu kekayaan ini tidak bakal dibiarkan begitu
saja dan disia-siakan untuk tidak diberikan tempat terhormat untuk
dikembangkan. Desakan akan pentingnya pengembangan ini akan semakin terasa
setelah krisis perbankan melanda Indonesia, sehingga perbankan lumpuh dan tidak
dapat menjadi lembaga yang efektif lagi.
Memang disadari bahwa pengertian kredit mikro dapat
diartikan bermacam-macam, karena memang produk kredit mikro sendiri tidak
homogen dan lembaga pelaksanaannya juga bermacam-macam ditinjau dari segi sifat
dan status legalnya. Perbedaan-perbedaan ini juga merupakan ciri segmentasi
pasar yang perlu dipahami dan bahkan dapat dilihat sebagai mekanisme fungsional
dalam pembagian pasar dan target sasaran. Pemahaman ini diperlukan bagi
penetapan kebijakan sesuai kelompok sasaran yang hendak dituju. Demikian latar
belakang program pengenalannya juga sangat terkait dengan munculnya tantangan
yang dihadapi masyarakat ketika itu, namun demikian pembiayaan mikro tetap
mempunyai unipersatitas sebagai penyedia jasa keuangan bagai usaha mikro dan
kecil.
Perkreditan mikro selain dilihat dari segi produk dan
kelembagaannya juga dapat dilihat dari segi “permintaan dan penawaran” atau
dari sudut sumber dan penggunaan. Gambaran ini akan menjelaskan pembagian kerja
fungsional antar lembaga perkreditan mikro dengan berbagai kelompok sasaran
berdasarkan tingkat pendapatan dan bahkan dapat sangat terkait dengan
penggunaan kredit. Pendekatan ini sekaligus untuk memahami dinamika
perkembangan lembaga perkreditan mikro bagi pengembangan ekonomi rakyat.
Pada dasarnya kredit dapat dibedakan dalam dua sifat
penggunaan yaitu kredit produktif dan kredit konsumtif. Untuk melihat sejauh
mana sektor-sektor ekonomi produktif memberikan tanda adanya
permintaan pasar yang kuat perlu dikaji struktur ekonomi masing-masing sektor
berdasarkan atas pelaku usaha, disamping itu juga kaitan dengan sasaran ekspor
dan tersedianya dana sendiri oleh para pelaku usaha. Ciri pasar kredit mikro
adalah kecepatan pelayanan dan kesesuaian dengan kebutuhan pengusaha mikro.
Berdasarkan nilai kredit maka besarnya kredit yang
tergolong ke dalam kredit mikro lazimnya disepakati oleh perbankan untuk
pinjaman sampai dengan Rp. 50 juta/nasabah dapat digolongkan kedalam kredit
mikro. Ada yang berpendapat bahwa dalam masyarakat perbankan internasional
kredit mikro dapat mencapai maksimum US $ 1000,-. Di Thailand baru dalam taraf
pilot project oleh Bank for Agriculture and Agricultural Cooperative (BAAC)
menetapkan kredit mikro adalah kredit dengan jumlah maksimum Bath
100.000/nasabah atau setara dengan US $ 2.500,-. Dengan demikian kredit mikro
pada dasarnya menjangkau pada pengusaha kecil lapis bawah yang memiliki usaha
dengan perputaran yang cepat.
Lembaga perkreditan mikro di Indonesia pada dasarnya
ada dua kelompok besar yakni Pertama, Bank terutama BRI unit dan
BPR yang beroperasi sampai ke pelosok tanah air; dan kelompok yang Kedua adalah
koperasi, baik koperasi simpan pinjam yang khusus melayani jasa keuangan maupun
unit usaha simpan pinjam dalam berbagai macam koperasi. Disamping
itu terdapat LKM lain yang diperkenalkan oleh berbagai lembaga baik pemerintah
seperti Lembaga Kredit Desa, Badan Kredit Kecamatan dan lain-lain, maupun
swasta/lembaga non pemerintah seperti yayasan, LSM, dan LKM lainnya termasuk
lembaga keagamaan.
Pada gambar 1 dapat diperlihatkan pada bagian atas
adalah sumber dana atau modal yang dapat diakses oleh usaha kecil dan sekaligus
lembaga yang menanganinya. Dari gambar tersebut secara fungsional memang
terlihat bahwa masing-masing lembaga perkreditan mempunyai segmen-segmen pasar
tersendiri. Pada garis ke kanan menggambarkan, bahwa untuk mencapai tujuan
peningkatan investasi atau penggunaan modal untuk proses nilai tambah, ada dua
jenis langkah yang harus ditempuh yaitu pada lembaga keuangan modern maka yang
terpenting adalah bagaimana memperbaiki akses oleh UKM terhadap fasilitas
pembiayaan yang telah disediakan. Sementara pada kelompok penyedia kredit mikro
yang berskala sangat kecil perlu pengembangan jaringan kelembagaannya agar
efektif dalam pelayanan.
Pada bagian lain dapat dilihat kelompok pengguna dana
dan jumlah unit usaha / nasabah potensial yang dapat dilayani oleh
masing-masing Lembaga Keuangan. Gambar ini memberikan penjelasan secara rinci
segmen besaran pinjaman dan khalayah sasaran yang dapat dijadikan nasabah,
sehingga setiap pengembang program akan secara mudah mengenali kearah mana
mereka akan membawa program dan dukungan LKM yang diperlukan sesuai dengan
kelembagaan. Dari sini juga sekaligus akan menjelaskan jumlah sasaran potensial
sehingga secara mudah kita akan mampu mengenali kelompok mana yang paling
terpinggirkan dari pelayanan kredit.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia telah
membuktikan bahwa :
1. Tumbuh dan
berkembang di masyarakat serta melayani usaha mikro dan kecil (UKM);
2. Diterima
sebagai sumber pembiayaan anggotanya (UKM);
3. Mandiri dan
mengakar di masyarakat;
4. Jumlah cukup
banyak dan penyebaran nya meluas;
5. Berada dekat
dengan masyarakat, dapat menjangkau (melayani) anggota dan masyarakat;
6. Memiliki
prosedur dan persyaratan peminjaman dana yang dapat dipenuhi anggotanya (tanpa
agunan);
7. Membantu
memecahkan masalah kebutuhan dana yang selama ini tidak bisa dijangkau oleh
kelompok miskin;
8. Mengurangi
berkembangnya pelepas uang (money lenders);
9. Membantu
menggerakkan usaha produktif masyarakat dan ;
10. LKM dimiliki
sendiri oleh masyarakat sehingga setiap surplus yang dihasilkan oleh LKM bukan
bank dapat kembali dinikmati oleh para nasabah sebagai pemilik.
Keunggulan diatas menyebabkan LKM sangat penting dalam
pengembangan usaha kecil karena merupakan sumber pembiayaan yang mudah diakses
oleh UKM (terutama usaha mikro). Pelajaran BRI-Unit sebagai Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) telah memberikan pelayanannya sampai ke pelosok tanah air dengan
tingkat bunga pasar dan tidak ada memerlukan subsidi. Disamping itu secara
empiris tingkat pengembalian baik, mutu pelayanan lebih penting dan mengenal
orang dan memahami nasabah serta cash flow sebagai pengganti kollateral phisik.
Pendekatan kelompok juga terbukti efektif sebagai pressure group dan mengurangi
biaya dan resiko dalam penyaluran.
Lembaga keuangan mikro lainnya yang akhir-akhir ini
tumbuh pesat adalah lembaga keuangan syariah yang penyelenggaraannya sesuai
dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Lembaga keuangan syariah terdiri dari
bank khusus (bank muamalat) dan bank lain serta BPR-S, sedangkan yang berbentuk
bukan bank terdiri dari Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) dibawah pembinaan Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), Baitul Tamwil (BTM) yang dikembangkan
oleh Baitul Mal Muhammadiyah dan Koperasi Syirkah Muawanah yang digairahkan
oleh pesantren-pesantren. Status legalnya ada yang berbentuk koperasi, tetapi
tidak jarang masih dalam pembinaan yayasan atau sama sekali tidak terkait
dengan institusi pengembang.
No comments:
Post a Comment